Sempat Tertunda, WHO Akhirnya Umumkan Status Darurat Kesehatan Global 

Internasional | Sabtu, 01 Februari 2020 - 21:19 WIB

Sempat Tertunda, WHO Akhirnya Umumkan Status Darurat Kesehatan Global 
Penanganan tenaga medis terhadap pasien yang terjangkit virus Korona di Wuhan, Tiongkok. (AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyerah. Lembaga yang berbasis di Jenewa, Swiss, itu Kamis (30/1) menyatakan status darurat kesehatan global untuk penyebaran 2019-novel coronavirus (2019-nCoV).

WHO sudah menunda deklarasi status tersebut selama lebih dari dua pekan.


"Alasan utama pernyataan ini bukan karena apa yang terjadi di Cina, tapi yang terjadi di negara-negara lainnya," ujar Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip BBC.

Dia takut virus itu menyebar ke negara-negara yang memiliki sistem kesehatan buruk. Saat ini ada lebih dari 100 kasus virus tersebut di luar Cina yang tersebar di 22 negara.

WHO memang patut waswas. Sebab, saat ini virus tersebut sudah tidak terbendung lagi. Pasien yang positif terkena virus dari Wuhan itu berada di seluruh penjuru Cina. Hingga kemarin malam (31/1) jumlah orang yang terjangkit virus tersebut di Cina mencapai 9.809 orang, sedangkan yang meninggal 213 orang.

Jumlah itu melampaui kasus penyebaran penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) yang terjadi pada 2002–2003. Saat itu SARS hanya menjangkiti 8.096 orang. Namun, SARS memang lebih mematikan. Selama penyebarannya, 774 orang meninggal.

Respons Indonesia? Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, deklarasi itu berarti semua negara harus siap siaga. Tapi, tak perlu disikapi berlebihan.

”Kolaborasi dan koordinasi harus ditingkatkan. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) harus lebih reaktif,” tutur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu dalam jumpa pers di Jakarta kemarin (31/1).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati menambahkan, untuk sekarang Indonesia masih berada dalam tahap deteksi. ”Bukan preventif,” katanya saat ditemui di kesempatan yang sama.

Sekarang, lanjut dia, Indonesia mengambil langkah yang sesuai dengan prosedur WHO. Karena masih tahap deteksi, yang dilakukan adalah menjaga pintu masuk negara dan daerah lintas batas.

”Misalnya saja di bandara, pelabuhan, dan pos perbatasan negara,” katanya.

Kalau Indonesia baru sebatas ”menjaga” pintu masuk negara, Singapura sudah lebih tegas lagi. Negeri dengan wilayah paling kecil di Asia Tenggara itu menutup semua perbatasannya untuk pengunjung dari Cina.

Singapura juga tidak akan menerima turis dari negara lain yang memiliki catatan telah berkunjung ke Tiongkok baru-baru ini. Jangankan untuk masuk, transit saja tidak diperkenankan. Kebijakan baru itu akan berlaku hari ini mulai pukul 23.59. Tidak dipaparkan dengan pasti kapan kebijakan tersebut bakal dicabut.

Singapura tak ingin ada penularan lebih lanjut. Kemarin negeri itu mengonfirmasi, ada tiga kasus baru lagi. Total, ada 16 orang yang sudah tertular virus Wuhan tersebut. Salah satunya adalah warga Singapura yang baru dievakuasi dari Wuhan.

Di Indonesia, selain siap sedia di pintu masuk negara, laboratorium juga disiagakan. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kemenkes Vivi Setiawaty memastikan bahwa alat pemeriksaan di laboratoriumnya mumpuni.

"Testing kit untuk virus tersebut sudah ada. Sejak kasus ini, sudah ada panduan pemeriksaan dari WHO," ujarnya.

Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio. Kepada South China Morning Post, 2019-nCoV mungkin sudah tersebar di Indonesia, tapi tidak terdeteksi. Sebab, Indonesia belum memiliki bahan kimia untuk menguji penularan virus Wuhan itu dengan cepat.

Amin mengungkapkan, reagen tersebut baru akan datang beberapa hari ke depan. Selama ini uji kemungkinan tertular virus asal Wuhan tersebut dilakukan dengan dua langkah. Pertama, menguji sampel, apakah ada virus korona atau tidak.

Itu dilakukan untuk semua jenis virus korona, bukan khusus yang berasal dari Wuhan. Hasilnya baru keluar setelah dua hari. Langkah kedua baru pengurutan gen untuk melihat jenis virus korona yang menjangkiti. Itu butuh waktu 2–3 hari.

Sementara itu, Sekretaris Partai Komunis Cina di Wuhan Ma Guoqiang mengungkapkan, penanganan yang tertunda mengakibatkan infeksi 2019-nCoV memburuk dan menjadi wabah seperti saat ini. Tiongkok baru melaporkan kasus tersebut kepada WHO pada 31 Desember lalu. Padahal, virus itu sudah ada beberapa pekan sebelumnya.

"Jika saja langkah-langkah yang ketat diambil lebih cepat, hasilnya kini mungkin lebih baik," ujar Ma saat diwawancarai CCTV.

Wuhan diisolasi sejak 23 Januari lalu. Tapi, penyebaran virus tidak bisa dihentikan. Versi Ma, isolasi seharusnya sudah dilakukan 10 hari sebelumnya atau tanggal 13 Januari.

Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Saat ini hampir semua negara menghentikan penerbangan ke Tiongkok. Mereka juga mengeluarkan larangan perjalanan ke Negeri Panda. AS salah satunya. Negeri Paman Sam itu meminta penduduknya tidak pergi ke Cina.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook